LPIK menggelar online FGD tentang strategi Komersialisasi Inovasi Pusat Ungulan IPTEK, Pusat Penelitian dan Pusat ITB, sabtu 4 September 2021. Pada sesi pertama, ketua LPIK, Sigit Puji Santosa menyampaikan bahwa komersialisasi dimulai dari penelitian dasar (riset) yang dikoordinasikan melalui LPPM, kemudian hasil penelitian dikembangkan menjadi suatu inovasi dan teknologi yang didampingi LPIK dan diajukan pengurusan paten dan lisensinya untuk melindungi hak kekayaan intelektual para akademisi. Tahap berikutnya, komersialisasi dan transfer kepada industri dilakukan melalui unit usaha di bawah koordinasi BPUDL, yaitu PT Rekacipta Inovasi ITB. Dalam proses pengembangan inovasi dan teknologi, LPIK membagi menjadi empat klaster, yaitu:
- Infrastruktur dan Kebencanaan
- Teknologi Informasi dan Komunikasi (Big Data)
- Pangan dan Kesehatan
- Transportasi
Presentasi dilanjutkan oleh Kepala BPUDL, Deddy Priatmodjo Koesrindartoto, melalui PT RII BPUDL mendukung upaya komersialisasi teknologi, sejalan dengan misi ITB menjadi entrepreneurial university. Banyak hal yang perlu dilakukan untuk masuk dunia industri, diantaranya adalah kesesuaian produk sesuai permintaan pasar/masyarakat, legalitas, pendanaan, marketing dan distribusi, serta supply chain. BPUDL berusaha untuk memberikan dukungan kepada RII baik dari sisi pendanaan maupun diskusi layanan hukum bersama Firma Hukum Ery Yunasri. Harapan kedepannya, venture capital juga dapat dijalankan oleh BPUDL sehingga dapat lebih membantu peningkatan pendanaan komersialisasi teknologi. Selain itu, BPUDL juga akan mendorong agar di setiap F/S dapat dibentuk bisnis enterprise.
PT Rekacipta Inovasi ITB (RII) juga menyampaikan bahwa RII akan memberikan pelayanan baik dari sisi entitas, legal, jaringan, pendanaan, marketing dan distribusi. Berbagai macam model kontrak sesuai dengan skema strategi hilirisasi telah disiapkan oleh RII, dengan berbagai macam timbal balik yang diperoleh ITB, yaitu Lisensi, Kerja Sama Operasional (KSO), Joint Venture, start-up. Dalam menjalankan proses bisnisnya, RII memerlukan dukungan juga baik dari tim peneliti maupun ITB, untuk menghadapi kendala-kendala seperti Market Fit, Arogansi jurusan, Never ending research, Birokrasi Minimum of Quantity (MoQ).
Pada kesempatan tersebut tim peneliti dari PUI BWA, NCSTT, PPNN dan PRK mempresentasikan produk unggulannya untuk masuk dunia industri.
Di bagian penutup, profesional sekaligus Penasihat ITB Innovation Park, menyampaikan bahwa ITB perlu menanamkan MIND to MARKET untuk menjadi entrepreneurial university, sehingga dapat menambah jumlah produk yang dikomersialisaikan. Saat ini baru 4 produk dari 116 yang dipatenkan. Strategi komersialisasi terdiri dari 2 cara, yaitu:
1. Pola Push, dimana akademisi dapat mengidentifikasi dan menyediakan kebutuhan pasar. Hal ini baru dilakukan 20% di ITB.
2. Pola Pull, Industri meminta ke ITB untuk membuat produk yang dapat dimanfaatkan oleh industri/masyarakat. Pola ini lebih mendominasi (80%).
Baik pola push maupun pull, ITB perlu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi sehingga meminimalisir dampak buruk bagi ITB. Permasalahan utama yang sering ditemui adalah dari aspek legal.
FGD ini mendapatkan respon yang baik bagi para undangan, terutama para akademisi agar risetnya dapat diarahkan untuk menciptakan produk yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.