BPUDL ITB baru saja menyelenggarakan kegiatan seminar yang berjudul Diversifying Revenue and Financing Streams: Exploring Non-Traditional Sources for Universities, di Mason Pine Hotel (25/11/2023). Kegiatan ini dalam rangka bagian dari proses transformasi yang dibutuhkan oleh ITB tidak hanya dalam perannya sebagai penyedia layanan pendidikan unggul, tetapi juga membangun ekosistem bisnis yang kokoh untuk mendukung kegiatan tridarma di ITB. Seminar ini menghadirkan beberapa pakar dan profesional sebagai bagian dari platform untuk berbagi wawasan tentang bagaimana perguruan tinggi dapat memperluas sumber pendapatan dan pendanaan. Topik utama yang diangkat di antaranya adalah bagaimana memanfaatkan metode pendanaan yang tidak konvensional dan memajukan kegiatan bisnis baru di lingkungan perguruan tinggi.
Ahmad Faizal Sekretaris BPUDL, membuka kegiatan seminar yang juga dihadiri oleh Pimpinan ITB, Dekan Fakultas/Sekolah, Komisaris dan Direksi unit usaha, serta perwakilan beberapa perguruan tinggi lain. Faizal menekankan tujuan seminar untuk meningkatkan sinergi unit-unit di ITB, seperti LPPM, LPIK, LPIT dengan fokus pada monetisasi aset, pengetahuan, dan kepakaran sebagai sumber pendapatan. Dia kemudian menyampaikan pencapaian keuangan unit usaha di bawah BPUDL yang mencapai sekitar 300 miliar rupiah pada tahun fiskal 2022 dan target untuk meningkatkan angka ini menjadi 1 triliun rupiah dalam waktu dekat. Dia juga menyoroti strategi ITB sebagai PTNBH untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki secara mandiri di luar pendanaan oleh APBN.
Pernyataan Faizal diperkuat lebih lanjut oleh Prof. Hendra Gunawan, Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) ITB. Dalam sambutannya, Prof. Gunawan menekankan pentingnya mengelola unit usaha secara efektif sebagai sumber pendapatan untuk ITB. Dia menunjukkan bahwa ITB tidak dapat terus-menerus mengandalkan sumber pendanaan tradisional seperti alokasi pemerintah dan pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal). Kebutuhan ITB untuk mendiversifikasi sumber pendapatannya, membuat seminar ini menjadi strategis dalam mengidentifikasi dan mengembangkan sumber daya keuangan alternatif untuk ITB.
Dalam sesi pertama seminar, paparan pertama disampaikan oleh Bernardus Djonoputro, Kepala Badan Pengelola Kota Metropolitan Rebana. Dia mengupas strategi untuk berkompetisi dengan the “4 besar perusahaan konsultan” di dunia dan menyoroti hal ini sebagai tolok ukur yang penting untuk ITB. Beliau juga menekankan bahwa peran penting sumber daya manusia profesional, untuk mencapai keunggulan sejati. Djonoputro menunjukkan bahwa untuk unggul dan mempertahankan keunggulan kompetitif, ITB harus berinvestasi dalam membina sumber daya manusia yang tidak hanya terampil, tetapi juga adaptif dan inovatif, mencerminkan standar yang ditetapkan oleh firma konsultansi terkemuka. Pendekatan ini, menurut Djonoputro, sangat penting bagi ITB untuk berkembang di ranah akademik dan bisnis.
Wahid Sutopo CEO PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, sebagai pembicara kedua membahas implementasi strategi pembiayaan inovatif untuk pengembangan infrastruktur universitas, dengan fokus khusus pada Kerja Sama Pemerintah-Badan Usaha (KPBU). Presentasi Sutopo menggali konsep pembiayaan kreatif sebagai sarana untuk memanfaatkan aset universitas secara efektif. Dia menguraikan bagaimana peran KPBU dapat menyediakan modal dan keahlian yang diperlukan ITB untuk meningkatkan infrastrukturnya sambil meminimalkan beban keuangan. Pendekatan ini, menurut Sutopo, adalah langkah strategis untuk tidak hanya meningkatkan fasilitas fisik tetapi juga untuk memupuk ekosistem keuangan yang lebih kuat bagi universitas, memastikan pertumbuhan dan pengembangan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Sesi kedua seminar dibuka dengan presentasi oleh Sandhy Widyasthana, CEO MDI Ventures Singapore. Widyasthana membagikan bagaimana universitas global terkemuka, seperti Stanford, telah secara strategis menginvestasikan dana abadinya dalam startup yang menunjukkan pendekatan pemikiran ke depan dalam pembiayaan universitas. Widyasthana juga menyajikan pilar-pilar transformasi digital dan menjelaskan pendekatannya dalam investasi menggunakan prinsip ‘build, borrow, and buy’. Dia menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat menjadi pedoman untuk perguruan tinggi dalam mengarahkan lanskap teknologi digital dan inovasi bisnis yang kompleks. Selain itu, Widyasthana membahas kesalahpahaman umum tentang startup yang berada dalam fase ‘sunset’, dan menyoroti bahwa fenomena ini tidak hanya eksklusif bagi startup, tetapi juga lazim di antara perusahaan yang sudah mapan. Dalam diskusinya, dia menekankan pentingnya adaptabilitas dan investasi strategis, baik di startup maupun perusahaan tradisional, untuk tetap relevan dan kompetitif di dunia bisnis yang cepat berubah saat ini. Dia kemudian menguraikan konsep berinvestasi di startup menekankan bahwa investasi tidak hanya terfokus pada keuntungan finansial belaka. Dia menyoroti bahwa sinergi memiliki peran penting dalam investasi semacam itu, di mana sinergi ini akan membuat valuasi start up meningkat signifikan di luar keuntungan finansial awal.
Widyasthana menjelaskan bahwa berinvestasi di startup bukan hanya tentang bagaimana menyuntikkan modal, tetapi juga tentang menciptakan hubungan simbiosis di mana kedua entitas saling menguntungkan. Bagi universitas, ini berarti memanfaatkan potensi inovatif dan kelincahan startup untuk meningkatkan operasi dan pembelajaran yang mereka tawarkan. Sinergi dapat mengarah pada peluang pendapatan yang meningkat, terutama dari konektivitas dan integrasi teknologi dan layanan baru.
Dia juga menyarankan agar universitas dapat memanfaatkan unit bisnis mereka untuk menggunakan produk dan layanan yang dikembangkan oleh startup ini. Ini tidak hanya menyediakan pengujian dan umpan balik dunia nyata untuk penawaran startup tetapi juga memungkinkan universitas untuk mendapatkan manfaat dari solusi terdepan, sehingga meningkatkan efisiensi operasional dan kemampuan edukasi mereka. Pendekatan ini, menurut Widyasthana, mewakili pandangan investasi yang lebih holistik, di mana fokusnya adalah pada pertumbuhan bersama dan penciptaan valuasi jangka panjang.
Pada sesi yang sama upaya untuk mengekplorasi bisnis baru di perguruan tinggi, presentasi penting lainnya disampaikan oleh Andi Taufan Garuda Putra, CEO Amartha. Dia membagikan pengalamannya dalam mengarahkan Amartha, startup yang kini bernilai Rp15 triliun, yang memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara komunitas pedesaan dan teknologi digital. Andi Taufan menyoroti bagaimana Amartha telah berhasil memanfaatkan solusi digital untuk mengatasi tantangan unik yang dihadapi oleh daerah pedesaan. Dia merinci pendekatan startup dalam mengintegrasikan alat dan platform digital canggih untuk meningkatkan akses ke layanan penting bagi komunitas ini. Ini tidak hanya mencakup layanan keuangan tetapi juga sumber daya pendidikan, layanan kesehatan, dan dukungan bisnis, menunjukkan dampak transformasional teknologi digital di tingkat akar rumput. Pengalamannya menegaskan potensi startup untuk mendorong perubahan sosial yang signifikan, terutama di daerah yang minim terlayani. Wawasan Andi Taufan memberikan studi kasus yang meyakinkan tentang nilai berpikir inovatif dan inklusivitas digital, menawarkan pelajaran berharga bagi perguruan tinggi yang ingin berinvestasi dalam startup dan mengembangkan inisiatif digital mereka sendiri.
Pada akhirnya, seminar ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan BPUDL ITB. Acara ini berhasil menyoroti upaya proaktif BPUDL untuk memperluas sumber pendanaannya dan menyempurnakan strategi bisnisnya, langkah penting dalam beradaptasi dengan dinamika pendidikan tinggi yang berkembang pesat. Melalui seminar ini, BPUDL ingin menunjukkan komitmennya untuk melakukan pendekatan inovatif, baik melalui eksplorasi kemitraan pemerintah-swasta untuk pengembangan infrastruktur, berinteraksi dengan dunia startup yang dinamis, atau memanfaatkan strategi transformasi digital. Wawasan dan ide-ide segar yang dibagikan oleh para narasumber dan semangat kolaboratif yang dibangun di antara peserta menegaskan dedikasi BPUDL ITB untuk tidak hanya sebagai pengikut, tetapi juga memimpin perubahan di sektor bisnis pendidikan.